Sunday, August 24, 2008

“Kota Jayapura Macet, Susah Parkir…Salah Siapa?”


Transportasi dan permasalahan yang terkait dengannya seperti kemacetan, dampak lingkungan (polusi udara dan kebisingan) keselamatan pengguna (pejalan kaki dan pengguna kendaraan bermotor), merupakan subyek sehari-hari dari kehidupan kota yang serba sibuk. Untuk alasan ini pulalah transportasi membutuhkan perencanaan yang memadai untuk mengurangi efek negatifnya (side-negative effect) sebisa mungkin.

Permasalahan tersebut juga berlaku di Jayapura, peningkatan jumlah kendaraan yang lalu-lalang di kota Jayapura tampaknya telah melebihi kapasitas prasarana yang tersedia, tampak dengan jelas ruas-ruas jalan tertentu yang macet pada jam-jam sibuk. Sulitnya mencari parkiran yang layak semakin memperkeruh keadaan akibat banyaknya kendaraan yang ‘terpaksa’ memarkirkan kendaraannya pada kanan-kiri bahu jalan.

Apa sih persoalannya?

Tampaknya isu permasalahan transportasi ini mulai menjadi perhatian segelintir pihak-pihak sehingga beragam opinipun muncul dalam menanggapi persoalan lalu lintas di kota Jayapura. Sebuah pemikiran yang ditawarkan melalui mekanisme IMB untuk pertokoan agar menyediakan parkir yang layak dan sesuai standar yang berlaku (baca Cepos Minggu Lalu) tentunya harus ditanggapi oleh instansi pemerintah terkait sebagai masukan dan gejala bahwa situasi lalu lintas kita mulai ‘bersinggungan’ dengan keterbatasan ruang yang tersedia. Menghadapi persoalan ini solusi yang instan tentu hanya menjawab persoalan dalam jangka pendek saja. Sementara persoalan lalu-lintas yang kita hadapi membutuhkan sebuah pendekatan yang konsisten, melibatkan banyak pihak, dan juga proses jangka panjang. Pemikiran ini sendiri berlandas pada kenyataan bahwa penduduk dan pengguna kendaraan bermotor yang terus meningkat sekian tahunnya. Sementara ruang dan biaya untuk pengembangan prasarana juga terbatas. Dengan demikian katakanlah bila pertokoan tersebut atau pemerintah sendiri telah menyediakan lahan untuk parkir yang mampu menjawab persoalan tahun ini, tetap saja nantinya kemacetan tidak akan terhindarkan akibat semakin meningkatnya para pengguna kendaraan dan juga mengingat pada karakter Kota Jayapura yang saat ini dicirikan oleh keterbatasan ruang dan padatnya pemukiman, perkantoran, dan kegiatan di bidang jasa (hotel, restoran, dll). Maka bagaimana cara kita menanganinya persoalan lama yang muncul terus menerus ini? akankan kita terus memperlebar jalan? Menyediakan lahan parkir baru lagi?

Pilihan Dalam Penyelesaian Persoalan

Sesungguhnya banyak konsep yang ditawarkan oleh para ahli transportasi untuk mencegah persoalan parkir dan macet ini, tergantung bagaimana kita ingin memperlakukan wajah kota kita.

Salah satunya adalah konsep Pedestrian Mall yaitu pedestrianisasi di pusat kota yang dilakukan dengan menutup jalan-jalan untuk kendaraan di pusat kota dari lalu lintas kendaraan bermotor, baik pada sebagian jalan maupun pada keseluruhan segmen jalan. Dengan cara ini diharapkan dapat menciptakan suatu kawasan/lingkungan pejalan kaki yang dapat digunakan untuk berjalan-jalan, untuk tempat berkumpul, untuk tempat beristirahat, dan terutama untuk tempat melakukan kegiatan berbelanja, dimana para pejalan kaki lebih diutamakan sementara jenis kendaraan yang lalu lalang dan parkir di kawasan tersebut dibatasi. Tujuannya agar daerah-daerah pusat pembelanjaan terbebas dari kemacetan lalu-lalang lalu-lintas dan menciptakan kenyamanan bagi pejalan kaki yang melaluinya atau berbelanja.

Kemudian konsep lainnya adalah penetapan tariff biaya parkir yang tinggi bila hendak parkir di pusat kota, juga akan menyebabkan pengguna kendaraan pribadi akan berpikir dua kali bila benar-benar tidak mempunyai kepentingan untuk mampir dikawasan tersebut. Selain itu adanya batasan waktu parkir dan pengawasan yang ketat untuk menjaga efisiensi, agar para pemilik kendaraan untuk parkir sesuai kebutuhannya. Alternatif parkir dengan biaya yang lebih murah di pinggiran kawasan kota dan kerelaan untuk ‘sedikit’ berjalan kaki menuju pusat kota harus dipertimbangkan pula, karena konsep ini pada dasarnya berusaha mendistribusikan para pengguna kendaraaan bermotor agar tidak semuanya berada di pusat kota.

Konsep lain yang tak kalah menariknya adalah mempromosikan public transport yang memadai misalnya Bis. ukuran yang besar dengan kapasitas jumlah penumpang yang banyak akan jauh lebih efisien. Faktor kenyamanan dan harga tiket bis juga merupakan pertimbangan penting yang harus dikedepankan untuk solusi ini. Pengguna akan rela beralih dari kendaraan pribadi bilamana menggunakan publik transport dirasakan lebih menguntungkan. Publik transport sendiri merupakan konsep lama yang telah dianut oleh kota-kota di Eropa untuk menjawab permasalahan transportasi mereka, dan dengan konsep ini pula Gubernur Sutiyoso dengan ‘Busway’nya sedang mencoba menjawab tantangan permasalahan yang sama di Kota Jakarta.

Dilema

Tentunya akan banyak pro-kontra yang mencuat dengan konsep-konsep tersebut. Kekuatiran para pelaku ekonomi dibidang jasa akan turunnya pelanggan mereka, iklim jayapura yang cenderung panas akan menimbulkan protes oleh mereka yang ‘terpaksa’ berjalan kaki, biaya parkir yang tinggi di pusat kota, tuntutan dari para supir taksi akibat beralihnya para penumpang, kesemuanya itu akan menjadi paradigma baru yang ‘sedikit’ mengguncangkan budaya hidup bila diterapkan di kota Jayapura ini. Walau demikian persoalan ini harus dipikirkan dan ditelaah lebih jauh lagi mengingat kompleksnya persoalan transportasi yang akan kita hadapi dimasa mendatang. Tergantung pemerintah...mau pilih yang mana.

1 comment:

Unknown said...

Pake saja transjayapura... mengurangi warga memakai kendaraan oribadi dan beralih ke TJ